Rabu, 15 Mei 2024

AYAT AL-QUR’AN TENTANG TAWAKKAL

 

            Tawakal merupakan bagian dari ajaran Islam yang sangat penting. Karenanya, tawakal sangat ditekankan di dalam Al Qur’an. Kata “tawakal” disebut di dalam Kitab Suci ini tidak kurang dari 30 kali yang tersebar di dalam 19 surah yang berbeda, misalnya surah Ali Imran, ayat 122; Al Maidah, ayat 11; Al A’raf, ayat 89; dan sebagainya. Tawakal inilah yang merupakan salah satu hal yang membedakan antara orang beriman dengan orang tak beriman. 

            Menurut Imam Ahmad bin Hambal, atau yang lebih dikenal dengan Imam Hambali, tawakal merupakan perbuatan hati. Artinya, tawakal bukan sesuatu yang diucapkan oleh lisan, bukan pula sesuatu yang dilakukan oleh anggota tubuh. Juga bukan merupakan sebuah wacana atau sekedar pengetahuan belaka. Tetapi sekali lagi, tawakal merupakan perbuatan hati sehingga tidak bisa diwujudkan dalam bentuk fisik, seperti berdiam diri tanpa melakukan suatu ikhtiar lahiriyah.



            Sikap pasrah yang ditunjukkan dengan tidak adanya usaha fisik atau ikhtiar lahiriyah seperti itu tidak bisa disebut sebagai tawakal, tetapi Ibarat perang, merupakan sikap menyerah sebelum maju ke medan pertempuran. Rasulullah SAW telah memberikan gambaran tentang tawakal sebagaimana beliau sabdakan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu Hibban:

 اِعْقِلْهَا وَتَوَكَّلْ

            Artinya: “Ikatlah untamu dan bertawakkallah.”

            Hadits tersebut memberikan pengertian bahwa tawakal tidak meniadakan usaha lahiriyah atau perbuatan fisik seperti mengikat seekor unta ketika seseorang menginginkan hewan ternaknya itu tidak meninggalkan dirinya alias hilang. Pertanyaan yang sering muncul terkait dengan tawakal adalah kapan seharusnya tawakal itu kita lakukan; apakah sebelum, pada saat, atau setelah usaha atau ikhtiar kita lakukan? 

            Kalau kita perhatikan hadits tersebut, maka jelas bahwa Rasulullah SAW memerintahkan agar seseorang berusaha atau berikhtiar terlebih dahulu baru kemudian bertawakal. Artinya, manusia tidak boleh berdiam diri, berpangku tangan, berenak-enakan, atau bermalas-malasan, sementara urusannya diserahkan begitu saja kepada Allah SWT. 

            Tetapi kalau hadits di atas kita hubungankan dengan Surah Al Imran, ayat 159, yang berbunyi: 

فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

            Artinya: “Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”

            Maka, kita akan mengetahui bahwa ketika kita baru sampai pada tahapan niat saja untuk mencapai sesuatu, atau krentek dalam bahasa Jawa, pada tahapan itu pun kita sudah harus melakukan tawakal kepada Allah SWT. Dengan kata lain, tawakal harus kita lakukan baik sebelum maupun sesudah kita berusaha untuk mencapai maksud tertentu.

            Kita semua tahu bahwa perbuatan atau usaha manusia terdiri dari 3 (tiga) tahap, yakni: (1) tahap niat, (2) tahap pelaksanaan, dan (3) tahap hasil. Berdasar pada Surah Ali Imran, ayat 159 dan hadits Rasulullah SAW itu, maka tawakal harus kita lakukan pada akhir setiap tahap. Artinya, kita harus bertawakal kepada Allah SWT dalam keseluruhan tahap itu. 

Maksud dari uraian tersebut adalah bahwa ketika kita baru menyelesaikan tahap niat, maka segera setelah itu kita harus bertawakal kepada Allah SWT dengan memasrahkan niat atau tekad kita itu kepada Allah SWT Yang Maha Tahu atas Segala Sesuatu. 

            Kemudian, ketika kita baru menyelesaikan tahap pelaksanaan, maka segera setelah itu kita harus bertawakal kepada Allah SWT dengan memasrahkan usaha atau ikhtiar itu kepada Allah SWT, Yang Maha Kuasa atas Segala Sesuatu.

            Dan akhirnya, ketika kita telah sampai pada tahap terakhir, yakni tahap hasil, kita harus lebih bertawakal dengan memasrahkan apa pun hasilnya kepada Allah SWT Yang Maha Adil dan Bijaksana sebab tahap hasil adalah wilayah Allah SWT. Bagaimanapun Allah SWT lebih tahu apa yang terbaik buat kita. Jika hasilnya positif, yakni Allah memberi kita keberhasilan mencapai apa yang kita maksudkan, maka kita harus bersyukur kepada Allah SWT. Jika sebaliknya, kita harus bersabar dengan tetap introspeksi atau evaluasi diri dimana letak kekurangan atau kelemahan kita pada setiap tahap yang kita lewati.

            Tawakal memiliki banyak sekali hikmah sebagaimana ditegaskan di dalam Al Quran; di antaranya adalah:

            Pertama, orang yang bertawakal kepada Allah akan mendapat perlindungan, pertolongan dan bahkan anugerah dari Allah SWT sebagaimana ditegaskan di dalam Surah Al-Anfal, ayat 49, yang berbunyi: 

 وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَإِنَّ اللهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

            Artinya: "Barangsiapa yang tawakkal kepada Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."

            Orang-orang yang senantiasa bertawakal kepada Allah dalam setiap urusannya, Allah akan menunjukkan bukti keperkasaan dan kebijaksanaan-Nya. Tentu kita ingat bagaimana ketika Rasulullah hendak dibunuh dengan diacungi sebilah pedang terhusnus oleh seorang kafir Quraisy bernama Suraqah bin Malik.

            Dalam keadaan seperti itu, Rasulullah SAW yang hatinya selalu bertawakal kepada Allah SWT, mendapat perlindungan dari Allah SWT. Secara mendadak bumi yang ada di depan Suraqah yang sedang memacu kudanya, retak dan menelan kaki kudanya hingga Suraqah dan kudanya tak berdaya. Suraqah kemudian menyerah pada Rasululah dan meminta maaf dan mengajak berdamai.

            Kedua, orang yang bertawakal kepada Allah SWt akan mendapatkan kebaikan di dunia dan di akhirat sebagaimana ditegaskan dalam Surah An-Nahl, ayat 41-42:

 وَالَّذِينَ هَاجَرُوا فِي اللهِ مِنْ بَعْدِ مَا ظُلِمُوا لَنُبَوِّئَنَّهُمْ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَلأَجْرُ الآخِرَةِ أَكْبَرُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ الَّذِينَ صَبَرُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

            Artinya: “Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui, (yaitu) orang-orang yang sabar dan hanya kepada Allah saja mereka bertawakkal.”

            Orang-orang yang selalu bertawakal kepada Allah SWT dalam seluruh aspek kehidupannya, akan selalu mendapat balasan dari Allah SWT, tidak hanya balasan kebaikan di dunia tetapi terlebih balasan di akherat nanti. 

Di dunia saja, mereka akan hidup dengan tenang dan tentram sehingga terhindar dari stres berat maupun depresi yang berkepanjangan. Terlebih di akherat, mereka akan mendapat surga yang tinggi karena Allah mencintai orang-orang yang senantiasa bertawakal kepada-Nya.

            Ketiga, orang yang bertawakal hidupnya akan dicukupi oleh Allah SWT sebagai ditegaskan dalam Surah Ath-Thlaaq, ayat 3: 

 وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

Artinya: “Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya.”

   Ayat tersebut merupakan jaminan dari Allah SWT bahwa orang-orang yang hatinya senantiasa bertawakal kepada-Nya, akan dicukupi seluruh keperluan hidupnya, baik secara material maupun spiritual. Orang-orang yang hidupnya dicukupi oleh Allah SWT tidak mungkin mengalami kekurangan meskipun bisa saja orang itu orang sederhana dan bukan orang kaya. Demikian pula, orang-orang kaya yang hatinya selalu bertawakal kepada Allah tidak akan mengalami kekhawatiran akan bangkrut sebab Allah akan selalu mencukupinya.
    Sebaliknya, orang-orang kaya yang masih suka serakah dengan berbuat curang atau korupsi demi memperoleh keuntungan besar bukanlah orang kaya yang senantiasa bertawakal kepada Allah SWT. Orang-orang seperti itu tidak akan pernah merasa cukup dalam hidupnya karena Allah membuatnya tidak cukup meski sekaya apapun. Karun adalah contoh orang kaya yang tidak pernah merasa cukup karena tidak pernah bertawakal kepada Allah SWT.




Sumber: dari berbagai sumber

0 komentar:

Posting Komentar